Selasa, 16 September 2014

Papua provinsi di ujung timur Indonesia yang tadinya bernama Irian Jaya, adalah wilayah yang dikarunia Tuhan dengan limpahan kekayaan alam yang sangat sulit dicari bandingannya dengan wilayah lainnya. Wilayah yang luas yang saat ini terbagi menjadi 2 (dua) provinsi yaitu Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat ini menyimpan kekayaan yang tersimpan di dalam perut bumi nya dan di atas permukaan tanahnya. Yang bila digali dan diberdayakan akan menjamin kesejahteraan bagi rakyat Papua pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.


Namun yang terjadi saat ini adalah hal yang memiriskan, masih jelas diinagatan kita kasus kelaparan di Kabupaten Yahukimo yang menelan korban jiwa bebarapa tahun lalu. Miris karena di wilayah yang kaya akan sumber daya alam bisa mati kelaparan. Begitu juga dengan kehidupan rakyat papua saat ini, sangat jauh bila kita bandingkan dengan tetangga mereka sesama Warga Negara Indonesia. Mereka kebanyakan masih dikategorikan miskin, tidak tau dimana salahnya. Sejak dahulu sampai sekarang bila kita berbicara tentang Papua maka identik dengan keterbelakangan. Apakah ini Pembiaran agar bisa terus menguasai kekayaan Tanah Papua atau ketidak mampuan Pemerintah Daerah ataupun Pemerintah Pusat?.
Sudah 12 tahun Dana Otonomi Khusus Papua digelontorkan Pemerintah Pusat untuk Tanah Papua, namun hingga saat ini bisa kita lihat Papua masih tetap jauh tertinggal dengan wilayah lainnya di Indonesia. Rp 40,5 Triliun total Dana Otonomi Khusus Papua yang dibagi untuk Papua Rp 33 T dan Papua Barat Rp 7,5 T yang diberikan sejak tahun 2001. Namun tidak semua Rakyat Papua bisa menikmatinya, toh hingga hari ini segala sesuatunya sangat mahal di Papua apalagi untuk daerah pedalaman. Mungkin ada yang salah dengan Pemerintah daerahnya, karena berdasarkan hasil temuan BPK dalam audit investigasi penggunaan dana otsus Papua untuk periode 2002 – 2010 ditemukan penyimpangan sebesar Rp 4,28 triliun yang sebagian terindikasi korupsi. Jadi bisa saja para pejabat daerah yang menikmati diatas kesusahan dan penderitaan rakyat Papua.
Program Rencana Strategis Pembangunan kampung (Respek) juga telah dijalankan di Papua sejak tahun 2007 masa Pemerintahan Gubernur Barnabas Suebu. Program untuk pengentasan kemiskinan di Tanah Papua ini juga terasa kurang menunjukkan hasil karena besaran Rp 100 juta untuk wilayah Papua yang segala sesuatunya itu mahal bisa digunakan untuk apa?.
 Tanah Sorga Papua ini kaya akan Minyak, gas dan mineral yang bila dimanfaatkan dengan benar bisa menjadikan rakyat Papua tidak terbelakang seperti saat ini. Freeport setiap hari mengeruk kekayaan bumi Papua, tambang Grasberg yang berdasarkan hasil produksi tahun 2008 dapat memproduksi 14,58 Ton Emas per harinya dan 55 Ton Perak perharinya serta 14.297,75 Ton Tembaga perharinya. Sungguh besar kekayaan yang dikeruk dari tanah Papua, namun itu tidak bisa dinikmati oleh rakyat Papua, karena dengan Pipa besar dan kuat hasil bumi papua disalurkan ke pelabuhan  untuk dibawa ke Amerika. Papua sebagai pemili lahan hanya memperoleh manfaat yang sedikit dengan pengurasan kekayaan alam oleh Freeport, bahkan Indonesia sebagai Negara yang memilikinya juga hanya bisa mengelus dada karena hanya bisa mengandalkan pendapatan pajak Freeport, karena kepemilikan akan hasil tambang oleh Freeport sangat kecil sekali.
 Semoga Renegosiasi Kontrak Freeport yang  diajukan Pemrov Papua dengan usulan 17 poin dapat terwujud, agar Freeport tidak hanya menguras harta warisan rakyat Papua. Namun bertanggung jawab juga keterlibatan mereka dalam membangun infrastruktur di Papua. Sehingga Tanah Papua semakin cepat kelua dari keterisoliran dan keterbelakangan. Pemerintah Pusat juga diharapkan dapat mendorong dan membantu Pemprov Papua untuk menggolkan Renegosiasi Kontrak ini. Warna kulit dan rambut yang boleh beda, seperti kutipan lirik lagu “Hitam Kulitku Keriting Rambutku Aku Papua” namun mereka juga sama seperti warga Indonesia yang lain harus menikmati kemajuan dan pemerataan pembangunan dan pendidikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar